Senin, 04 Mei 2009

MELEPAS KEPERGIAN TEMAN, BERWASIAT KEPADANYA, MENDOAKANNYA DAN MEMOHONKAN DOANYA.

“...Aku menitipkan kepada Allah, agamamu, amanahmu, dan penutup amal-amal kamu.”

Bepergian, hampir semua pernah mengalaminya. Terkadang kepergian memang memicu timbulnya rasa haru dan sedih, yang hanya sementara. Keharuan yang disebabkan oleh ditinggal pergi biasanya hanya berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Misalnya ditinggal pergi oleh ayah untuk sebuah tugas diluar kota, ditinggalkan oleh suami untuk mencari nafkah, berpisah dengan saudara kandung yang baru saja menikah, ditinggal oleh sahabat tercinta karena akan menuntut ilmu di tempat yang jauh atau malahan meninggalkan pergi orang lain yang ada dirumah, ayah, ibu, kakak, adik, keponakan dan kerabat dekat, semuanya menyisakan rasa sedih dan haru. Bagaimana rasanya menjadi orang yang ditinggalkan atau yang menginggalkan? Pernahkah antum mengalaminya?

Ketika kita ditinggalkan oleh orang yang sangat dekat dengan kita, rasanya saat-saat kepergiannya sangat berarti, berarti bagi yang ditinggalkan dan yang meninggalkan. Sampai suatu ketika Salim Ibn Abdillah Ibn Umar meriwayatkan, “bahwasanya Abdullah Ibn Umar r.a., berkata kepada seseorang yang hendak bepergian, ‘mendekatlah kepadaku hingga aku melepas kepergianmu sebagaimana Rasulullah saw. Melepas kepergian kami,’ maka dia berkata, ‘Aku menitipkan kepada Allah, agamamu, amanahmu, dan penutup amal-amal kamu’.” (HR, Tirmidzi, dia berkata, “Hadits Hasan dan Shahih”)

Rasulullah saw sangat memahami saat-saat yang amat berharga ketika itu, dan beliau memberikan sebuah contoh kepada umatnya, meninggalkan bekas yang sangat bernilai bila dilakukan antara sesama saudara, kerabat dan bahkan orang terdekat. Bayangkan ketika kita dalam keadaan haru dan sedih yang pada saat itu kita sangat ingat kepada Allah bahwasanya bila Allah berkehendak semuanya pun akan terjadi,. Nah, disaat itulah kita manfaatkan sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw supaya kita berdoa untuk orang yang meninggalkan kita, mewasiatkan yang berharga kepadanya dan boleh pula meminta untuk didoakan olehnya, karena insya Allah doa orang yang musafir adalah istijab.

Lalu bagaimana rasanya yang meninggalkan pergi? Pernah antum merasakannya?

Bagi yang meninggalkan pergi, akan memberikan ketenangan tersendiri ketika ibu ataupun ayah mengatakan, “hati-hati dijalan ya nak..., kami mendoakanmu semoga sukses dan mendapat kemudahan dari Allah ‘Azza wajalla disetiap urusanmu...” Maka yang ada didalam hati kita hanyalah sebuah kata, “amin ya rabbal ‘alamiin...” Mengamini doa Ibu-Bapak yang sangat tulus dan ikhlas.

Begitu juga bila kita berpamitan dengan teman kerabat terdekat, kemudian kita didoakan olehnya, meskipun hati kita dengan rasa berat meningkalkannya insya Allah akan tertutupi dengan doanya yang tulus diberikan kepada kita. Rasanya persahabatan ini tidak akan pernah luntur kecuali bila Allah yang memisahkannya. Hubungan persaudaraan semakin erat dan kuat. Setelah mendoakan, biasanya kita diminta satu hal olehnya yaitu, “jangan lupa kirim kabar ya akh...!?” Bukan sesuatu yang sulit bagi kita untuk mewujudkannya, seakan-akan kesedihan ini berkurang dan terbagi dua dengannya. Langkahan kaki menjadi semakin ringan dan tidak begitu berat, karena telah melepas rasa rindu sebelum bepergian...

Seorang Sahabat pernah berpamitan kepada Rasulullah saw dan meminta didoakan oleh Beliau saw, Kemudian beliau juga dengan senang hati mendoakannya. Dari Anas r.a., dia berkata, “seseorang datang kepada Nabi saw. Lalu berkata, ‘wahai Rasulullah saya hendak safar, maka bekalilah aku.’ Beliau bersabda, ‘semoga Allah membekalimu dengan taqwa.’ Dia berkata, ‘tambahkanlah untukku.’ Beliau bersabda, ‘dan semoga Dia mengampuni dosa-dosamu.’ Dan dia berkata lagi, ‘tambahilah aku.’ Rasulullah bersabda, ‘dan semoga Dia memudahkan kebaikan untukmu, dimana saja kamu berada’.” (HR. Tirmidzi, dia berkata, “Hadits Hasan”)

Bagi kita yang ditinggalkan pergi, mungkin mengucapkan doa kepada yang musafir adalah sangat ringan dan mudah. Tetapi ketahuilah! jangalah yang demikian itu diremehkan! karena bisa jadi bagi kita tidak berarti dan tidak membawa dampak, tapi bagi yang musafir hal itu adalah bekal perjalanan yang amat luar biasa. Dengan doa yang tulus dan ikhlas seakan menemani perjalanannya, menenangkan keharuannya dan mengobati kesedihannya. Dampak yang lainnya adalah mempererat ukhuah antara sesama muslim. Allahu akbar!

Bahkan, ketika Rasulullah saw melepas seluruh tentaranya selalu mendoakan mereka supaya mendapat perlindungan Allah swt dan memberikan ketenangan kepada yang meninggalkan pergi, “Aku titipkan kepada Allah, Agama kalian, amanah kalian dan penutup amal-amal kalian.” (Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud & lainnya dengan sanad shahih)

Begitu bermakna sepatah doa bagi orang yang musafir, bahkan bagi Mujahidin yang akan pergi ke Medan Jihad, Cobalah antum membayangkannya! Oleh sebab itu, jangan sekali-kali bila saudara atau kerabat kita yang akan pergi jauh lalu kita mengatakan yang tidak nyaman didengar, tidak bersahabat untuk diutarakan dan menyakitkan untuk dikenang. Selain membuat sedih dan membuat ragu bagi orang yang pergi, juga membuat sakit hatinya dan menjadikan nilai dosa tersendiri disisi Allah swt.

Doakanlah meskipun hanya sepatah dan dua patah kata...

Berikanlah yang terbaik padanya...

Meminta didoakan oleh orang yang pergi merupakan salah satu contoh Rasulullah ketika melepas kepergian Umar r.a.

Berikan wasiat yang bermanfaat untuk kekokohan Agama..

Wallahu A’lam.

Referensi : Imam Nawawi, 2006, Tarjamah Riyadhus Shalihin, Surabaya : Duta Ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar